15 Februari 2009

Hypersensitivity

Respon Imun Berlebihan
Akibat Reaksi Hipersensitivitas
Hipersensitivitas
Hipersensitivitas adalah suatu reaksi respon imun yang menyebabkan kerusakan sel dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Antigen yang dapat memprovokasi respon hipersensitif pada seseorang disebut alergen. (Kamus Dorland, 2006). Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi bila jumlah antigen yang masuk relatif banyak atau bila status imunologis seseorang, baik seluler maupun humoral meningkat. Reaksi ini tidak pernah timbul pada pajanan pertama. Reaksi hipersensitivitas menimbulkan manifestasi klinik dan patologik yang heterogen di mana hal tersebut ditentukan oleh (1) jenis respon imun yang menyebabkan kerusakan jaringan dan (2) sifat serta lokasi antigen yang menginduksi atau yang menjadi sasaran dari respon imun. Hipersensitivitas terbagi dalam 4 kategori, yaitu reaksi hipersensitivitas tipe I, II, III, dan IV. Klasifikasi tersebut didasarkan pada mekanisme patologis utama yang bertanggung jawab atas kerusakan sel atau jaringan. (Guntur, 2007)

Hipersensitivitas Tipe I
Hipersensitivitas tipe I ditandai dengan reaksi alergi yang terjadi segera (15-30 menit) setelah kontak dengan antigen (alergen). Terjadinya reaksi alergi diawali oleh kontak suatu alergen yang diikuti oleh sederetan peristiwa kompleks yang menghasilkan IgE. Respon IgE merupakan respon lokal yang terjadi pada tempat masuknya alergen ke dalam tubuh. Produksi IgE oleh sel B tergantung pada penyajian antigen oleh APC (Antigen Presenting Cell) dan kerjasama antara sel B dengan sel T helper-2 (Th-2). Reaksi hipersensitivitas tipe I terjadi dalam 3 fase berurutan, yaitu fase sensitisasi, fase aktivasi, dan fase efektor (memunculkan respon). (Lauralee Sherwood, 2001)
Mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe I dimulai dengan masuknya alergen ke dalam tubuh melalui membran mukosa yang diproses dan dipresentasikan oleh APC pada sel T-helper. Sel Th-2 mensekresi sitokin yang menginduksi proliferasi sel B dan menghasilkan respon IgE spesifik. IgE, melalui reseptor FCεR1, berikatan dan mensensitisasi sel mast. Bila akhirnya alergen bertemu dengan sel mast, alergen akan (1) membuat ikatan silang antar-IgE pada permukaan sel mast, (2) menimbulkan influks ion kalsium ke intraseluler yang mampu memicu degranulasi sel mast dan pelepasan mediator, seperti histamin dan golongan protease, serta (3) menginduksi pembentukan dan pelepasan mediator dari asam arakhidonat, seperti golongan leukotrien dan prostaglandin. Mediator-mediator inilah yang akan menimbulkan gejala klinis alergi. Sitokin yang juga dilepaskan pada saat degranulasi sel mast akan memperberat respon radang dan IgE yang terjadi. (Ivan M. Roitt, 1985)
Reaksi hipersensitivitas tipe I dapat melibatkan reaksi pada kulit (urtikaria, ekzem), pada mata (konjungtivitas), nasofaring (rinitis, rinorea), bronkopulmonari (asma), dan saluran pencernakan (gastroenteritis). (Darmono, 2007)

Hipersensitivitas Tipe II
Reaksi hipersensitivitas tipe II dimediasi oleh antibodi IgG dan IgM yang berikatan pada sel atau jaringan tertentu. Pada tipe ini, antibodi yang diarahkan pada antigen permukaan sel atau jaringan berinteraksi dengan komplemen dan berbagai sel efektor untuk menimbulkan kerusakan sel sasaran. Setelah melekat pada permukaan sel atau jaringan, antibodi akan mengaktifkan komponen komplemen C1. Akibat dari aktivasi ini adalah sebagai berikut :
1) Fragmen-fragmen komplemen (C3a dan C5a) yang dihasilkan oleh aktivasi komplemen akan menarik makrofag dan sel polimorfonuklear ke lokasi reaksi dan merangsang sel mast/basofil untuk menghasilkan molekul yang menarik dan mengaktifkan sel efektor lain.
2) Jalur komplemen klasik dan lengkung aktivasi mengakibatkan pengendapan C3b, C3bi, dan C3d pada membran sel sasaran.
3) Jalur komplemen klasik dan jalur litik memproduksi kompleks serangan membran C5b-9 dan menyelipkan kompleks tersebut ke dalam membran sel sasaran. (Wahab, 2002)
Beberapa contoh tentang reaksi tipe II ini ditemukan pada reaksi terhadap eritrosit, di antaranya tranfusi darah yang incompatible, penyakit hemolitik pada bayi yang baru lahir (HDNB), dan anemia hemolitik autoimun. Reaksi terhadap trombosit dapat menimbulkan trombositopenia, sedangkan reaksi terhadap neutrofil dan limfosit diduga mengakibatkan lupus eritematosus sistemik (SLE). (Baratawidjaja, 2006)

Hipersensitivitas Tipe III
Hipersensitivitas tipe III ini diperantarai oleh adanya kompleks imun. Kompleks imun berinteraksi dengan sistem komplemen untuk menghasilkan C3a dan C5a (anafilatoksin). Fragmen komplemen ini menstimulasi pelepasan amin vasoaktif, seperti histamin dan 5-hidroksi triptamin, serta faktor-faktor kemotaktik dari sel mast dan basofil. Amin vasoaktif yang dilepaskan oleh trombosit, basofil, dan sel mast mengakibatkan retraksi sel endotel sehingga meningkatkan permeabilitas vaskular dan memungkinkan pengendapan kompleks imun pada dinding pembuluh darah yang kemudian membentuk C3a dan C5a. Trombosit juga beragregasi pada kolagen membran basalis pembuluh darah yang terpajan serta berinteraksi dengan daerah Fc kompleks imun. Trombosit yang teragregasi terus menghasilkan amin vasoaktif dan merangsang produksi C3a dan C5a. (Jan Koolman, 2001)
Leukosit polimorfonuklear secara kemotaktik ditarik ke tempat terjadinya pengendapan oleh C5a. Sel-sel tersebut berupaya memfagosit endapan kompleks imun, tetapi tidak mampu karena kompleks melekat pada dinding pembuluh darah. Oleh karena itu, leukosit polimorfonuklear kemudian mengeksositosis enzim lisosomnya pada tempat endapan. Jika enzim lisosom ini dilepaskan ke dalam darah atau cairam jaringan, maka tidak akan timbul radang yang luas karena enzim ini dengan cepat akan dinetralisasi oleh suatu inhibitor enzim serum. Akan tetapi, jika fagosit, melalui ikatan Fc, berada sangat dekat dengan kompleks yang terperangkap jaringan, maka inhibitor serum tidak akan berfungsi sehingga enzim dapat merusak jaringan tempat endapan kompleks imun. (Joseph A. Bellanti, 1993)
Penyakit akibat pembentukan kompleks imun dapat dibagi secara kasar menjadi 3 kelompok, yaitu (1) yang disebabkan oleh infeksi yang menetap (lepra, malaria, DHF, hepatitis B, dan endokarditis enfektif stafilokokus), (2) disebabkan oleh penyakit autoimun (arthritis rheumatoid, SLE, dan polimiositis), dan (3) yang disebabkan oleh inhalasi bahan antigenik (penyakit farmer’s lung, pigeon fancier’s lung). (Sumardiono, 2005)

Hipersensitivitas Tipe IV
Reaksi hipersensitivitas tipe IV (tipe lambat) melibatkan beberapa jenis patogenesis atau banyak sistem imun dan penyakit infeksius (tuberkulosis, blastomikosis, histoplasmosis, toksoplasmosis, leishmaniasis) serta granulomatosus yang disebabkan oleh infeksi antigen asing. Bentuk lain dari hipersensitivitas tipe ini adalah karena kontak dermatitis (racun kontak, bahan kimia, logam toksik) di mana lesi berbentuk papula (tonjolan kulit).
Secara umum, mekanisme kerusakan dari hipersensitivitas tipe ini melibatkan sel T limfosit, makrofag, dan/atau monosit. Sel T cytotoxic (Tc) menyebabkan kerusakan secara langsung. Pasca masuknya antigen, sel Th mengekskresikan sitokin dan mengaktifkan sel Tc serta merekrut dan mengaktifkan monosit dan makrofag yang menyebabkan kerusakan. Ada 3 varian dari reaksi hipersensitivitas tipe IV, yaitu (1) hipersensitivitas kontak di mana sel langerhans merupakan APC utama, (2) hipersensitivitas tipe tuberkulin (makrofag merupakan APC utama), dan (3) hipersensitivitas granulomatosa yang terjadi karena makrofag tidak mampu menyingkirkan mikroorganisme atau partikel yang ada di dalamnya. (Abbas, 2000)

Peran Genetik pada Reaksi Alergi
Beberapa penelitian pada tahun 1920-an menunjukkan bahwa orangtua yang menderita alergi cenderung mempunyai anak yang juga menderita alergi. Kemungkinan seorang anak menderita alergi lebih dari 50% bila kedua orangtuanya menderita alergi dan hampir 30% bila hanya salah satu orangtuanya menderita alergi. Namun, penelitian pada anak kembar menunjukkan bahwa faktor genetik bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit atopi (contoh : rinitis alergika, asma bronkiale). (Thamrin, 2007). Beberapa faktor lingkungan yang juga penting adalah tingkat pajanan terhadap alergen, status gizi individu, dan adanya infeksi kronis atau penyakit virus. Peran genetika terhadap reaksi alerdi adalah pada (1) kadar IgE total, (2) respon spesifik alergen, dan (3) sifat hiperresponsif umum yang ditunjukkan dengan tes kulit positif terhadap banyak alergen. (Wahab, 2002)

Thalassemia...

Thalassemia, Sindrom Penyebab Destruksi Dini Sel Darah Merah

Sintesis dan Fungsi Fisiologis Hemoglobin
Hemoglobin (Hb) terbentuk dari heme dan globin. Rantai globin terdiri atas 4 rantai polipeptida (tetramer). Orang dewasa normal membentuk HbA dengan kadar 95% dari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari HbA2 yang kadarnya tidak lebih dari 4% dan HbF (foetus) dengan kadar yang senantiasa menurun sampai usia 6 bulan hingga hanya mencapai kadar kurang dari 1%. Tetramer globin HbA terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta (αα/ßß), HbA2 terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai delta (αα/δδ), dan HbF terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gamma (αα/γγ). (AV Hoffbrand, 1987). Di sisi lain, sintesis heme terjadi dalam mitokondria yang dimulai dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A di bawah aksi enzim kunci delta-amino laevulinic acid (ALA)-sintetase yang membatasi kecepatan reaksi. Piridoksal fosfat (vitamin B6) adalah koenzim untuk reaksi ini. Pada akhirnya, protoporfirin yang terbentuk bergabung dengan besi untuk membentuk heme yang masing-masing molekulnya bergabung dengan rantai globin. Tetramer 4 rantai globin dengan gugus heme-nya membangun molekul hemoglobin. (Daryl K. Granner, 2003). Setiap atom besi dapat berikatan secara reversibel dengan 1 molekul O2 ; dengan demikian, setiap molekul Hb dapat mengangkut empat O2. Selain mengangkut O2, hemoglobin juga dapat berikatan dengan zat-zat lain, seperti karbondioksida serta ion hydrogen asam (H+) dari asam karbonat yang terionisasi (reaksi penyangga). Dengan demikian, Hb berperan penting dalam pengangkutan O2 sekaligus ikut serta dalam pengangkutan CO2 dan menentukan kapasitas penyangga dari darah. (Lauralee Sherwood, 2001).

Produksi, Maturasi, dan Destruksi Eritrosit
Proses pembentukan eritrosit disebut eritropoiesis. Sel induk unipotensial pembentuk eritrosit termuda yang dapat diidentifikasi secara morfologis dengan pewarnaan sitokimia adalah sel proeritroblas. Sel berinti ini biasanya tampak berkelompok dan tidak masuk ke dalam sinusoid. Barulah pada tahap retikulosit (tak berinti), sel-sel ini menjadi lebih bebas satu sama lain dan dapat masuk ke dalam sinusoid untuk terus masuk ke dalam aliran darah. (A. Harryanto Reksodiputro, 1994). Sel induk unipotensial mulai bermitosis sambil berdiferensiasi menjadi sel eritrosit bila mendapat rangsangan eritropoetin. Selain merangsang proliferasi, eritropoetin juga merangsang mitosis lebih lanjut sel proeritroblas, eritroblas basofilik, dan eritroblas polikromatofilik. Biasanya diperlukan 3-5 kali mitosis untuk mengubah proeritroblas hingga mencapai tahap akhir dari sistem eritropoiesis dan berakhir dengan terbentuknya eritrosit yang mature. ((Iman Supandiman, 2003).
Eritrosit rata-rata bertahan selama 120 hari. Seiring dengan penuaan eritrosit, membran plasmanya menjadi rapuh dan rentan mengalami ruptur ketika sel masuk ke dalam bagian-bagian sistem pembuluh yang sempit. Sebagian besar eritrosit mengakhiri hidup di limpa, karena jaringan kapiler dari organ ini sempit dan berbelit-belit, sehingga sel-sel eritrosit yang rapuh akan terjepit dan mengalami destruksi. (A. Muhammad, 2005).

Tahapan Perkembangan Hemoglobin Manusia
Hemoglobin pada manusia berkembang seiring bertambahnya umur. Pada masa embrional, Hb yang aktif adalah Hb Gower 1 (ζ2ε2), Hb Gower 2 (α2ε2), dan Hb Portland (ζ2γ2). Pada masa foetus, hemoglobin manusia yang dominan adalah HbF (α2γ2). HbF memiliki afinitas yang tinggi terhadap oksigen. Keberadaan HbF dengan kadar yang tinggi pada manusia dewasa menyebabkan terjadinya hypoxia jaringan karena oksigen terikat kuat pada haemoglobin dan tidak dialirkan ke jaringan. Setelah lahir, HbF pada manusia secara berangsur-angsur kadarnya berkurang dan digantikan oleh HbA (α2β2) dan HbA2 (α2δ2). Adapun pada manusia dewasa, 96-98 % dari Hb total adalah HbA, 1,5-3 % adalah HbA2, dan 0,5-1 % adalah HbF. (Isselbacher, 2000)

Thalassemia
Secara genetis, thalassemia adalah penyakit menurun yang disebabkan oleh 2 gen resesif yang didapatkan dari kedua orangtua yang carrier (pembawa sifat). Hasil persilangan antargen tersebut memunculkan 2 sifat resesif pada 1 individu dengan prosentase kemungkinan 25% pada tiap kehamilan. Oleh karena itu, thalassemia dapat digolongkan sebagai kelainan herediter yang secara molekuler disebabkan oleh mutasi gen globin yang menyebabkan berkurangnya atau tidak adanya sintesis 1 atau lebih rantai globin. Secara garis besar, thalassemia dapat diklasifikasikan berdasarkan berkurangnya rantai globin, yaitu thalasemia α dan thalassemia ß. Thalassemia α disebabkan oleh delesi gen (terhapus karena kecelakaan genetik) yang mengatur produksi tetramer globin, sedangkan pada thalassemia ß adalah karena mutasi gen tersebut. (E. N. Kosasih, 2000).
Adanya gangguan sintesis rantai globin akan menyebabkan hal-hal berikut :
ü Jumlah tetramer Hb inadekuat sehingga menimbulkan perubahan morfologi eritrosit.
ü Sintesis rantai globin yang tidak mengalami gangguan berjalan terus sehingga menyebabkan terjadinya akumulasi rantai globin bebas yang tidak larut dan mengalami perembesan selama pembentukan normoblas. (I Made Bakta, 2006).
ü Rantai α globin bersifat toksik terhadap normoblas yang berakibat pada destruksi normoblas intermedular (eritropoiesis inefektif). Sebagian normoblas dapat berkembang menjadi retikulosit dan eritrosit yang berumur pendek sehingga menimbulkan gejala anemi. Anemi merangsang pengeluaran eritropoietin yang menimbulkan terjadinya ekspansi sum-sum tulang dan korteks serta proses hematopoesis extramedular oleh hati dan limpa sebagai upaya kompensasi tubuh terhadap banyaknya eritrosit yang mati. (Kathryn J. Gaspard, 2005).

27 September 2008

CerpenQ "Warna Kehidupan"


Warna-warni kehidupan membuatku belajar mencari jati diri. Susah senangnya adalah variasi yang sebenarnya telah teratur dengan rapi pada skenario Sang Khalik. Hanya manusia yang gigih dan sabar lah yang nantinya akan meraih kemenangan yang mungkin masih menjadi rahasia Ilahi.


Malam itu, sekitar pukul delapan, telepon rumahku tak henti-hentinya berdering.
“Halo, Assalamu’alaikum!” sapaku.
“Wa’alaikumsalam,” terdengar suara wanita yang ternyata adalah Laila, teman satu kampus.
“Ada apa telepon malem-malem? Tumben?” tanyaku.
Laila mulai bercerita tentang apa yang terjadi di kampus hari itu. Maklum, setelah masa ujian di kampus tidak ada lagi kegiatan. Jadi, aku memutuskan untuk rehat di rumah. “Gini lho Zam, tadi tu waktu aku liat hasil ujian hemato, kamu, aku, Ida, Wahyu, semuanya kena remed. Anehnya lagi, dari 220 orang di angkatan kita, cuma 13 doang yang lolos. Gimana? Aku takut ni!”


Sejenak aku terdiam, bisa juga dibilang agak tertekan. Ujian hematologi yang sudah kupersiapkan dengan sangat matang ternyata berbuah remidi. Dalam hati aku berkata, “Perasaan aku dulu bisa ngerjain, bener-bener udah aku cek jawabannya.” Ada perasaan tidak terima yang berkecamuk dalam hatiku.


“Woi, kok diam aja? Kamu baik-baik aja kan?” sahut Laila.
Waktu itu, aku tidak bisa berkata banyak. Cuma ucapan terima kasih yang keluar. Mungkin Laila akan berpikir kalau aku saat itu sangat kecewa. Tapi memang hal itulah yang kurasakan.
Hari-hari setelah itu, aku merasa sebagai orang yang kehilangan semangat. Tiba-tiba aku teringat perkataan Mas Aji. Beliau pernah bilang, sesuatu yang terjadi pada kita, baik susah atau senang, tentu ada hikmahnya dan sesuatu pasti akan indah pada waktunya. Spirit yang muncul dari kata-kata itu rasanya membuatku kembali agak bersemangat. Aku harus bangkit. “Azam, kamu pasti bisa!” kataku pada diri sendiri.


Berselang dua hari, selepas sholat magrib, ada sms masuk yang isinya adalah penetapan diriku sebagai salah satu pengurus suatu organisasi di kampus. Ini adalah organisasi keempat yang kuikuti di kampus. Belum lagi organisasi yang ku-handle di kompleks perumahan yang ternyata tidak semulus visi dan misinya. Satu per satu anggotaku lepas karena pindah keluar kota. Ditambah lagi dengan program kerja yang belum ditetapkan karena kurangnya personil yang bisa diajak musyawarah. Rasa-rasanya aku ingin berteriak. Kenapa seolah-olah aku bekerja sendirian? Aku benar-benar heran. Aku pernah bertekad untuk membatasi kegiatan, tapi pada akhirnya, kenapa semua ini bisa terjadi? Dalam hati aku bertanya-tanya, “Rahasia apa yang akan Engkau berikan pada hamba-Mu ini?” Belum lagi kegiatan-kegiatan lain yang menuntutku untuk bekerja ekstrakeras. Pikiranku saat itu benar-benar kacau. Kadang, aku ingin seperti Ida yang hanya ikut satu organisasi, itupun tidak terlalu aktif, sehingga dia lebih banyak punya waktu luang daripada aku. Tapi, ini adalah risiko yang harus ditanggung atas jalan yang telah kupilih sendiri. Aku mencoba menghadapi semua ini dengan ikhlas. Aku berharap, mungkin suatu saat akan kutemukan hikmah dan rahasia di balik semua ini.


“Tingtong, assalamu’alaikum” bel rumahku berdering cukup keras.
Ketika kubuka pintu, betapa terkejutnya aku ketika kulihat Fikri, sahabat dekatku sewaktu SD datang dengan muka pucat berkaca-kaca. Langsung saja kupersilakan dia masuk dan aku tanyakan apa yang telah terjadi padanya. Perlahan dia mulai bercerita.
“Zam, rasa-rasanya hidupku ini sudah tidak berarti,” Fikri mengawali pembicaraan.
“Aku gagal, bener-bener gagal membuat orangtuaku seneng. Aku gagal masuk perguruan tinggi tahun ini. Padahal ini kedua kalinya aku nyoba. Kakakku semuanya gak ada yang bener. Yang nomor satu kuliahnya gak rampung, yang nomor dua kerjaannya cuma ngelayap, sedangkan aku gak bisa bantu apa-apa. Kasihan juga ibu, tiap hari jualan gorengan. Bapak yang cuma pensiunan juga udah mulai sakit-sakitan. Rasanya ujian ini terlalu berat, Zam. Kadang aku juga mikir, gimana jadinya aku kalau Bapak Ibu meninggal?” Fikri terus saja bercerita sampai tak sadar air matanya bercucuran.


“Sudahlah, semua ini adalah skenario yang harus kita jalani. Kerjakan apa yang bisa kamu kerjakan. Mungkin kamu ikut kursus aja, Fik. Denger-denger kamu kan pinter dalam hal ketik mengetik.” kataku mencoba memberi kekuatan.
“Makasih banget ya!” jawab Fikri mengakhiri pembicaraan, lalu bergegas pulang.
Detik itu, sejenak kulupakan permasalahan yang menimpaku, tapi sebenarnya apa yang juga terjadi padaku tak semanis kata-kata yang terucap.


Langit yang saat itu tampak cerah membuatku termenung. Apa yang kualami tak separah Fikri. Aku masih punya orangtua dan teman yang selalu mendukungku. Yang lebih penting lagi, aku masih dalam pendampingan Sang Pemilik Kekuasaan. Malam itu benar-benar terasa hening. Tak jarang kuteteskan air mata. Sejak saat itu, aku bertekad untuk menjalani semuanya dengan ikhlas. Aku yakin, ada hikmah dan rahasia tersembunyi yang dijanjikan Sang Pemilik Kebesaran. Aku harus menjalani semua ini! Ini adalah skenarioku. Ini adalah hidupku. kataku dalam hati.
Dalam perenunganku aku bergumam, “Ketika kumohon pada Allah SWT kekuatan, Allah memberiku kesulitan agar aku menjadi kuat. Ketika kumohon pada Allah kebijaksanaan, Dia memberiku masalah untuk kupecahkan. Ketika kumohon pada-Nya kesejahteraan, Dia memberiku akal untuk berfikir. Ketika kumohon keberanian, kudapati kondisi bahaya untuk kuatasi. Dan ketika kumohon pada-Nya kesempatan, Dia memberiku kesempitan untuk kutemukan celahnya. Mungkin aku tak pernah menerima apa yang aku pinta, tapi aku selalu menerima segala apa yang aku butuhkan.”


Aku bertekad, hari esok tidak akan ada lagi Azam yang lemah, Azam yang penakut. Yang ada hanyalah Azam yang kuat dan pantang menyerah menjalani skenario hidup yang penuh warna dan liku, masih berupaya menemukan rahasia yang tetap setia menanti.

25 Agustus 2008

A Unity on Diversities

Society was born from the developing of culture. Culture plays an important role in shaping the characteristics of a society. They have their own value that can be different from one society to others. Besides, they have their own uniqueness, like habit, traditional dance, song, music instrument, and sacred ceremony. All of that things become one in my country and I can say that my country is rich of cultures. I live in my beloved country named Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika is its slogan, which means that in different background, Indonesia still stands as a really country.

We live in a country, which is full of complex cultures and traditions. It is spread from Sabang until Merauke. There are many ethnic groups such as Javanese, Sundanese, Madurese, Batak, Asmat, Dayak, Torajan, etc. Thousand traditional instruments, like gamelan, tifa, sasando, kulintang, and so on belong to Indonesia. Hundreds traditional songs and dances are created in Indonesia. Indonesian designs so many beautiful traditional cloths, such as batik, kebaya, baju bodo, and kejawen well. Many artistic and wonderful buildings like Borobudur Temple, Keraton, Monumen Nasional (Monas) are built by the Indonesian with their own ability and high spirit of art. Talking about diversities in Indonesia is like a circle that will not be finished on elaborating.

As a big country, Indonesia has a big duty to keep its region so that there is no one who can break the unity. How can Indonesia become a unity although there are so many differences? The answer is only one that says “because Indonesia is ours and one spirit to make richer of Indonesia by having and keeping a lot of cultures”. The traditional cultures in whole Indonesia will involve the national culture and of course it is very valuable. They become a unity, which cannot be separated anymore. Indonesia’s culture is different one another, but we are one. Whatever the shape and the feature that Indonesia has, Indonesian’s cultures still be one and strongly stand in Indonesia. Long life Indonesia!

Mother as My Role Model

A person’s motivation or even his personality will be influenced by some factors such as parents, environment includes friend. I am a boy who still tries to find my identity as a human life. My life has been changed from time to time since I was child up to now. Mother, my beloved person has given a lot changing on me. What I do, what I learn can’t be separated with my mother’s influence. Looking more, I find some similarities between my mother and I although actually I am not totally her. I try to learn something good from her. It does not mean that I do not want to be my self, but I just want to learn and wrap it with my own style and feature in order to get a better life.

Mother really gives me a lot influences, started from little things, such as love, peace, and attention. My growth as a teenager right now is influenced by mother’s love. I can study till over, express my creation freely, and intermingle to other people and environment. Mother’s love is very deep. It may bring peace. She teaches me how to love others in our society. So, let us love with all our heart till the day is come and peace is won.

Mother plays an essential role in shaping characteristics of their children in solving problem. Problem needs solution. My mother, little or more has given me the way on how to solve some problems well. Fortunately, my mother is wise and clever. Actually, I can solve it by myself, but perfectionism on my mind sometimes make me forget who I am. On that occasion, of course problem will not be solved well. Being confused to find a better solution, I ask my mother and she really takes a part. She gives me many suggestions, which never have been thought before. I believe that my mother has learned more than me. She had ever been a teenager, while I have not been an adult yet.

Many people say that women can be indicated as a weak and fully feeling person in doing their responsibilities, but neither does my mother. She is strong and affords to bring a commitment. I’m really proud of her. She has taught me not to leave a responsibility although actually, it is really difficult. It is better to get a body-tired than mind-forced. I will always remember on what she said about being responsible and the importance of a commitment. That will be a soul in my life now and later. Besides, she teaches me to be my environment in this life. It means that anywhere we live, we have to adapt and obey the rule, both written and convention rule. Moreover, my mother plays an important position in the environment. She is believable. She has ever said that belief of other people that is given to us should be done properly. It will not come twice. When we can do it properly, it means that we have made an achievement and that is an own satisfaction.

That is some reasons why I choose my mother as my role model. Actually, every person has an ability to face this life with his or her own mind, but we have to remember that no bodies perfect in this world. A person should learn from other people who are fully experienced in order to be a better person. We will be ready for the challenge in front of us. We will get a better result when we try to learn from our role model.

22 Agustus 2008

Dilema Pendidikan di Indonesia

Entah siapa yang patut dipersalahkan dalam menata pendidikan di Indonesia. Carut marut dunia pendidikan tak luput dari peran serta masyarakat sendiri yang membiarkan diri mereka (generasi muda. red) larut dalam kesenangan hidup. Dugem, mabuk, nongkrong, atau apalah yang memang sangat menyita waktu dan sangat tidak bermanfaat. Apa sih maunya?? Biar dianggap gaul kah? Biar tidak ketinggalan zaman?

Ironisnya, meski pada dasarnya mereka (generasi payah. Red) malu dengan keadaan mereka, mereka tetap saja meneruskan perbuatan tersebut. Bahkan tak jarang semakin menjadi-jadi. Apakah mereka berpikir bahwa mereka akan muda untuk selamanya? Tidakkah mereka memikirkan masa depan mereka?

Bangsa Indonesia telah terjebak dalam suatu lingkaran yang seakan tiada berujung. Kadang-kadang terpikir dalam benak penulis yang bertanya-tanya tentang kemajuan Indonesia. Akankah hal tersebut tercapai? Melihat dunia pendidikan nan penuh dilema, rasa-rasanya akan sangat susah mewujudkan pembangunan pendidikan manusia Indonesia seutuhnya. Anggaran 20 persen sekali pun tidak akan menyelesaikan masalah tanpa didukung partisipasi aktif dari para generasi muda. Marilah saudara kita pikirkan masalah ini. Akankah selamanya bangsa kita terpuruk? Semoga tulisan ini bermanfaat. Thanks for your attention. Cao!!

Special for : Temen-temen SD-Q. Hope you’ll find something new on your life. Semoga kalian sukses and yang jelas menjadi orang yang tidak salah arah!!

Mufy...
9th February 2008
In my room at 23.55

TeRnYAta...

Ketika kumohon pada Allah SWT kekuatan, Allah memberiku kesulitan agar aku menjadi kuat

Ketika kumohon pada Allah kebijaksanaan, Allah memberiku masalah untuk kupecahkan

Ketika kumohon pada Allah kesejahteraan, Allah memberiku akal untuk berfikir

Ketika kumohon pada Allah keberanian, Allah memberiku kondisi bahaya untuk kuatasi

Ketika kumohon pada Allah kesempatan, Allah memberiku kesempitan untuk kutemukan celahnya


Aku tak pernah menerima apa yang aku pinta, tapi
aku menerima segala apa yang aku butuhkan




- Mufy....11.6.2008....23.00-