21 Agustus 2008

Jogja-Q tak Q lupa!

Tepatnya pada hari Rabu, 7 Agustus 2008....diriQ n beberapa temen dari FK UNS ngadain tour da Jogja nich! Deket sih, tapi perjuangan begitu keras. Banyak banget pengalaman yang Q dapatkan bersama teman-teman. Really!! That's so many experiences. Mulai dari tahap persiapanya (Oh my God...susahnya mencari temen cowok!) sampai tahap pelaksanaannya, alias tour da Jogjakarta tercinta.

Meski bukan kota di mana aQ tinggal dan dilahirkan (alah...lebai amat!), basicly I really like this city, terlebih pada 7 Agustus silam.

Qte2 ni berangkat dari stasiun Balapan pukul 7.10 (agak molor sih keretanya,,,tp maklum...ITULAH INDONESIA). Stasiun demi stasiun aku lalui, dan sedihnya...aku SENDIRI...malah ditemeni sama Mbak2 yang aku jg ga kenal. Maklum, aku duduk di pojokan deket pintu yang hanya beralaskan kursi kereta yang atos (keras.red)... Tapi aku tetep menikmati perjalanan ini!! Perjalanan ini...(jadi inget lagunya Ebiet G. Ade)

Sampai di stasiun Tugu, qta langsung beranjak menuju Malioboro. Satu hal yang g aku suka...cewek2 tu jalannya pada lambat2,,trus tiap liat barang yang sebenarnya...yah...biasa aja sih, langsung ijo tu mata mereka. Aku menjadi semakin terkucil...cil...cil..cil. Andai....aQ tlah dewasa, Q.... (tebak sendiri kelanjutannya ye!)

Alhamdulillah...setelah melalui perjalanan panjang nan ruwet, rumit, wis lah pokoe sumpek gitu deh, akhirnya we walk to Keraton Jogja. Sampai di lapangan, banyak adek2 yang singsot2 (bersiul.red)...ke aku (he..he..jadi malu ni!). Jalan and terus berjalan, eh tapi diselingi foto2 juga denk!, akhirnya qta nyampai in front of the gate of Keraton Jogjakarta. Subhanallah...luas banget lokasinya..kata guidenya luasnya 4 km persegi. (Andai....). We walk around Keraton and find every interesting place, dan tentunya potow2 dunk!

Sampailah qta pada suatu galeri lukisan yang konon dibuat secara 3 dimensi (emang bener 3 dimensi koq!) karya Raden Saleh. Penasaran kan pastinya?? Ke sana aja gih! Buktiin perkataanQ adaah benar, tanpa rekayasa! Really!

Huh...cape tapi seneng, perjalanan berlanjut ke Taman Sari. Sayangnya, cuaca tidak begitu bersahabat, alias puanas banget Men! Lorong demi lorong qta lalui, serpihan2 batu besar qta lalui (halah...kaya apa aja!), berakhir di pasar hewan yang bau (Lho...koq??!!). Iya ni masa finishnya di toko hewan...gmn ni sie acara?!

Lanjut...MAKAN! Bakso goreng! Nyam2...
Take a rest in Masjid Gedhe Jogja. Then we went to Taman Pintar. Yah...meski kuliah di kedokteran, ga papa dunk sekali-kali belajar science...penting juga tuh! Tul ga? Abis tu...belanja buku di Shopping!

And then...lagi2 menyusuri jalanan yang rumit and sumpek! Di tempat ini aq beli BAKPIA. Lagi2 ke Malioboro...sebel,,,aq kembali berada dalam kesunyian. Cewe2 makin menggila aja ney!
Perjalanan berlanjut untuk mencari makanan, di sinilah awal kelucuan, ke-jijik-an perjalananQ...
Berawal dari kebingungan sie acara dalam menentukan tempat makan, aku terjerumus dalam lembah orange! Ketika berjalan pada trotoar, Q lihat 2 orang mbak2 berbaju orange ketat, bahkan super ketat, dengan dandanan full color... Q sebenarnya cuma melirik untuk memastikan, tapi respon yang diberikan keduanya begitu berlebihan...
Wow...." " (sensored)...Oh my God..(trus ngomong apa lagi gw ga tau!). Idih...najis Prancis! Leave it!

Perjalanan mencari makan bermuara pada sebuah warung di jalan malioboro. Ini adalah toko yang unik. Masa ada nasigudeg dijual terpisah????? Nasi + gudeg seharga 8000 sama dengan nasi rames seharga 5000. Yang 8000 bedanya cuma "DIJUAL TERPISAH". Baru kali ini Q temukan warung dengan sewa piring termahal! 3000 per biji!

Kenyang2...and saatnya pulang... Alhamdulillah dapat kereta yang bagus! Tapi, ada satu hal yang amat janggal. Ketika aku turun dan melihat2 gerbong, kutemukan suatu keanehan dalam gerbong mesin. Masa ada CD (underwear) di situ?? Kira2 apa fungsinya ya?? Sebagai bahan bakarkah??? Penyedap pandangan kah??? (idih...ga bgt!). Atau apa yach??? Tau ah!!
Btw...perjalanan JogjaQ melelahkan but I'm happy... Pokonya JogjaQ 7 Agustus, tak Q lupa... Pengalaman ini akan menjadi pengalaman menarik bersama teman2... Friends...still keep this friendship... Key?!

Membangun Generasi Muda yang Cerdas, Kreatif, dan Berakhlak

Sebuah negara akan menjadi besar apabila didukung oleh para pemuda yang sadar bahwa pendidikan itu penting bagi mereka. Kemajuan suatu bangsa sangat bergantung pada generasi penerus bangsa yang tidak lain adalah para pemuda. Suatu bangsa yang besar harus mampu bersaing dengan bangsa lain dalam hal apa pun. Namun, bagaimanakah kondisi Bangsa Indonesia saat ini? Masih banyak anak-anak bangsa yang tidak mampu mengenyam pendidikan karena kemiskinan yang tengah melanda negeri ini. Padahal, pendidikan merupakan kunci utama untuk memajukan bangsa ini, belum lagi kasus narkoba yang kian merebak di kalangan generasi bangsa yang seolah tidak kunjung menemukan titik temu. Lantas, apa yang harus kita lakukan untuk membangun bangsa ini? Menjadi generasi unggul yang cerdas, kreatif, dan berakhlak mulia melalui pendidikan adalah satu jawaban tepat bagi kita untuk membangun bangsa yang tengah dirundung banyak masalah ini.

Pembangunan Nasional merupakan upaya berkelanjutan untuk memajukan kehidupan bangsa. Modal utamanya adalah generasi bangsa yang cerdas dan kreatif yang memiliki kepekaan pikiran, daya imajinasi yang tinggi, rasa keingintahuan, serta kemampuan untuk menemukan atau menciptakan hal-hal baru. Di tangan para pemuda lah cita-cita bangsa yang semakin tua ini akan diwujudkan. Kejayaan bangsa secara otomatis akan terwujud dengan adanya dukungan dari para pemuda yang unggul. Begitu pula sebaliknya, bangsa ini akan hancur apabila generasi mudanya rusak dan tidak pernah memedulikan masa depan mereka.

Negara Indonesia juga telah berusaha untuk mencetak generasi penerus bangsa yang cerdas dan kreatif. Hal tersebut dapat kita lihat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 yang mencantumkan tujuan negara; “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Dengan demikian, setiap generasi bangsa berhak mengenyam pendidikan sehingga mampu meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia. Hal serupa juga dapat kita simak dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang mengatur pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Tertuang di dalamnya tujuan pendidikan nasional yang menghendaki pengembangan potensi anak bangsa agar menjadi manusia yang bertakwa, berbudi luhur, cerdas, kreatif, berilmu, menguasai teknologi, dan berakhlak mulia. Tujuan tersebut akan dapat terwujud jika terjadi kerjasama yang baik antara pemerintah dan generasi bangsa itu sendiri.

Langkah nyata yang telah dilakukan oleh negeri ini dalam rangka mencetak generasi bangsa yang unggul adalah dengan mencanangkan program wajib belajar sembilan tahun, yaitu sampai ke jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Bagi para orang tua yang tidak mampu, kini pemerintah dan beberapa yayasan sosial telah berupaya memberikan bantuan untuk membiayai pendidikan putera-puteri bangsa paling tidak sampai tamat SMP. Dengan adanya program wajib belajar sembilan tahun diharapkan dapat terbentuk generasi penerus bangsa yang tangguh, cerdas, dan kreatif untuk mengejar ketertinggalan bangsa ini dari bangsa-bangsa lain di dunia. Kesuksesan program tersebut tidak lepas dari peran orang tua untuk mengawasi putera-puterinya dalam belajar. Saat ini beberapa pemerintah daerah juga telah mencanangkan jam wajib belajar mulai dari pukul 19.00 sampai dengan pukul 21.00. Hal itu dimaksudkan agar pada waktu tersebut, orang tua berupaya memotivasi putera-puterinya untuk belajar di rumah. Dengan kerjasama yang baik antara berbagai pihak, impian untuk mencetak generasi muda yang cerdas dan kreatif bukan sekedar isapan jempol belaka.

Upaya bangsa ini untuk mencetak generasi penerus yang berkualitas, cerdas, kreatif, dan berakhlak mulia tentu tidak lepas dari berbagai hambatan. Hambatan tersebut di antaranya adalah masuknya budaya asing ke Indonesia yang sebagian besar cenderung menjurus pada hal-hal yang negatif. Akibatnya, generasi muda semakin meninggalkan akar budaya luhur bangsanya dan cenderung mengikuti budaya negatif, seperti pergaulan bebas, sikap hidup boros dan glamour, serta penyalahgunaan narkoba. Budaya tersebut jelas sangat memengaruhi mental generasi muda. Mereka menjadi malas belajar, suka keluyuran pada malam hari bahkan mabuk tidak sadarkan diri. Mereka yang seharusnya menjadi generasi penerus cita-cita bangsa hanya akan memperburuk citra negara. Akibatnya, negara ini akan kekurangan sumber daya manusia yang berkualitas. Tidak aneh kalau tingkat pengangguran dan kemiskinan di Indonesia semakin meningkat. Belum lagi masalah-masalah sosial lain yang menambah keruhnya suasana. Lantas, bagaimana nasib bangsa ini kalau para generasinya rusak seperti itu? Dapat dipastikan negara ini akan terpuruk jika permasalahan semacam itu dibiarkan begitu saja. Oleh karena itu, pelaksana pendidikan dituntut untuk bekerja lebih optimal. Para pendidik diharapkan mampu, bukan hanya sekedar mengajar melainkan juga mendidik generasi bangsa agar terbentuk manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, kreatif, dan berakhlak mulia.

Di samping pendidikan, faktor lain yang juga berperan dalam membentuk generasi bangsa yang berkualitas adalah rasa iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Rasa keimanan dan ketakwaan akan membentengi seseorang dari perbuatan-perbuatan tercela. Sebuah pepatah yang berbunyi ‘ilmu tanpa agama adalah buta’ rasanya memang benar adanya. Setinggi apa pun ilmu yang didapatkan tanpa diikuti kepatuhan terhadap perintah agama pasti akan binasa. Sebagai contohnya adalah para pejabat yang terjerat kasus korupsi. Dilihat dari tingkat pendidikannya, seorang pejabat jelas merupakan orang yang berpendidikan tinggi. Hal ini membuktikan bahwa faktor iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa belum tertanam dalam diri mereka. Oleh karana itu, generasi muda hendaknya mempunyai rasa iman dan takwa, di samping juga cerdas dan kreatif. Tuhan lah yang seharusnya kita takuti. Dengan demikian, manusia tidak akan berani melakukan perbuatan-perbuatan keji karena Tuhan senantiasa melihat setiap perbuatan yang kita lakukan dan setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban. Untuk menanamkan faktor di atas kepada generasi muda, Pemerintah Indonesia telah memasukkan materi pendidikan agama ke dalam kurikulum pembelajaran di sekolah. Selain itu, kegiatan keagamaan seperti majelis taklim dan peringatan hari besar agama juga merupakan solusi lain dalam rangka menanamkan dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan. Dengan demikian, terbentuklah generasi penerus pilihan yang cerdas, kreatif, berakhlak mulia, dan mengedepankan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan.

Kita bisa melihat, mendengar, dan merasakan bahwa pendidikan di Indonesia masih jauh tertinggal dari bangsa-bangsa lain di dunia. Namun, dibalik keterbatasan yang dimiliki, Indonesia ternyata masih mampu mencetak generasi muda berbakat yang dapat mengharumkan nama bangsa di kancah internasional. Baru-baru ini kita sering mendengar melalui surat kabar maupun radio tentang kemenangan Tim Indonesia dalam olimpiade fisika tingkat internasional. Sungguh prestasi yang benar-benar membanggakan. Di bidang lain seperti olahraga catur, generasi muda Indonesia ternyata juga mampu menunjukkan kemampuannya lewat kemenangan yang diperoleh dalam kompetisi catur tingkat dunia. Di bidang seni, seorang anak Indonesia telah mampu menggelar konser tunggal di Beijing, Cina. Prestasi-prestasi tersebut membuktikan bahwa generasi muda Indonesia sebenarnya mampu bersaing dengan negara-negara lain di dunia. Itu semua tentu tidak datang dengan sendirinya, perlu kerja keras dan kegigihan untuk dapat meraih prestasi di tingkat internasional. Oleh karena itu, sebagai generasi muda, kita tidak perlu merasa pesimis karena sebenarnya generasi muda Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk mengembangkan khasanah keilmuan melalui kerja keras dan kegigihan. Hanya dengan kerja keras, keuletan, dan kegigihan lah bangsa ini akan tumbuh berkembang menjadi bangsa yang besar serta mampu mengejar ketertinggalan di semua aspek kehidupan.

Prestasi yang telah diraih oleh beberapa generasi muda tersebut hendaknya dapat memotivasi kita agar lebih giat dalam menuntut ilmu. Bidang apa pun yang kita minati, asalkan ditekuni dengan baik pasti akan membuahkan hasil yang gemilang. Marilah mulai saat ini, kita sebagai generasi muda penerus cita-cita bangsa bertekad untuk menjadi generasi muda yang unggul, kreatif, dan berakhlak mulia dengan usaha keras dan kegigihan serta diimbangi dengan kepatuhan terhadap ajaran agama. Berdasarkan penelitian, kebanyakan manusia hanya memanfaatkan kurang dari 10 persen dari kemampuan otaknya. Jika demikian, mengapa masih ada orang yang menganggap bahwa dirinya bodoh? Bukankah jika kita memaksimalkan kerja otak, kita akan melampaui kebanyakan orang? Ingat apa kata pepatah, tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina. Oleh karena itu, teruslah berusaha wahai generasi muda demi kemajuan bangsa ini dan janganlah pernah berputus asa.

20 Agustus 2008

How Rich My Country Is

Society was born from the developing of culture. Culture plays an important role in shaping the characteristics of a society. They have their own value that can be different from one society to others. Besides that they have their own uniqueness, like habit, traditional dance, song, music instrument, and sacred ceremony. All of that things become one in my country. So, here I can say that my country is rich of cultures. Maybe, if everyone knows how rich my country is, my beloved country will be full of visitors. I have studied about my country for about twelve years. Through time I know so many cultures in my country. I think I have known and mastered all cultures. When I realized; I surprised that what I have studied for about twelve years is just a little part of all cultures in my country. Can you imagine how rich is that? I live in my beloved country named Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika is its slogan, which means that in different background, Indonesia still stands as a really country. In this paper, I’d like to show you the wealth of culture in my country by giving a lot of proof and examples.

Talking about Indonesia, which consist of 13.667 archipelagos that have been found and named and of course with their different cultures. As a big country, Indonesia has a big duty to keep its region so that there is no one who can break the unity. How can Indonesia become a unity although there are so many differences? The answer is only one that says "because Indonesia is ours and one spirit to make richer of Indonesia by having and keeping a lot of cultures". If we want to look more to Indonesia’s culture, we will be so proud. It is spread from Sabang in We Island until Merauke in Papua Island. There are many ethnic groups such as Javanese, Sundanese, Madurese, Batak, Balinese, Asmat, Dayak, Torajan, etc. Each ethnic group has their own way on living. For example, on the funeral ceremony, Torajan will be different from Bali. Torajan has a special way on the funeral ceremony by putting the human corpse under a high tree till it changes into bones. His or her family must sacrifice a buffalo in order to say thanks to God so that the soul of the human corpse can be received. They also make statues of their family members who have passed away in order to show a kind of respect. Torajan believe that the spirit of people who have died still stand and live in their home. Then, Bali will be different by its special funeral ceremony. Bali has Ngaben that is sacred and full of mystics. A person who has died must be burned, and then his or her family will keep the ash. Bali and Tana Toraja is the only two examples of so many traditions in Indonesia.

Most of people in Indonesia are Javanese who live mainly in Central and East Java, constituting 45 percents of Indonesia’s population. It has been widely known that there are a lot of social ethnics, which cannot be found in other places, that people consider as sophisticated. Some of them have been vanishing, but some others still be exist up to now. Javanese itself will be different each others especially on the way they speak. It is exactly still Javanese language, but they have different way on speaking. Each region has their own uniqueness. Many people say that a small city named Solo is the central of the cultures in Central Java. We may look at the history when Java was under the authority of The Mataram Palace. Then, it was divided into two palaces, which was located in Solo and Jogja. Solo became the central of culture while Jogja became a city that was busy by its administration case. From the history, we can see that Solo has a big influence on Javanese culture. From this small city, so many traditional dances like Gambyong, Srimpi, and Bedhaya were born. If we study just about cultures in Solo, we will be confused because of Solo’s wealth, both in the way of living and the things that Solonese have produced. We can compare and think again, Solo is a little part of Indonesia. Can you imagine once more? How rich is Indonesian’s culture and tradition?

I feel very happy living in Indonesia. It is really a beautiful and exotic country. Here, I would like to give you one example about a little part of Indonesian’s culture. Fortunately, I live in a beautiful city named Surakarta or people usually call it as Solo. It does not mean that I only elaborate more about my region and be chauvinism. My purpose is that to show how rich my country is. By talking about Solo, it means that Indonesia as a country is richer and richer.
Surakarta, which is known as Solo for its name, is a small city that is full of cultures and traditions. In this city, I study about how to be a good Solonese who is popular with their soft-spoken. Its language is very complex. It has different way on speaking between the elder and the person who has the same age or position. In speaking with the elder we have to use a polite language called as krama inggil. It will be different when we speak to a person in the same age, which is called as ngoko. For example, the word "eat" should be said dhahar when we speak to the elder or a person who has higher position in order to show a respect. But, speaking to friends who have same age, that is no problem to say mangan or we can say nedha for more polite. Although that is very difficult in using, I and other Solonese try to practice it. Using Javanese language well of course can be very complicated because of the sophisticated grammar; because if we have mistakes in the diction, the meaning can be very impolite sometimes. The usage of this language is still be exist in modern era. However, because of the modernization, which triggers the culture to disappear, whether it goes fast or slowly, modern Indonesian teenagers prefer Indonesian language in their daily life, although still with their own unique traditional accents. But we should remember that it is an ancient heritage that should be held out. We have to remember that we have our own feature as Indonesian, although it can be different each others.

Besides that Solo has its own attractive ceremony, which is held every year. These ceremonies are held by Surakarta Palace that is known as Keraton Surakarta Hadiningrat that has two kings right now. Most of these ceremonies are still full of mystics and sacred that can be seen from the rituals. Solonese or even Javanese still believe that there are strong powers though science and technology have been developed. At those time, I will be afraid because of its scary but I can see the wealthy of Surakarta’s culture as one part of my country, Indonesia. These annual ceremonies consist of Pasowanan Kirab Pusaka by its holy buffalo named Kebo Kyai Slamet, Grebeg Maulud by its party known as Pasar Sekaten, Pasowanan Tingalandalem Jumenengan by its sacred dance called as Bedhaya Ketawang, and many more. Every ceremony, especially on the ritual is always followed by the beautiful sound of "gamelan" (a set of Surakarta’s traditional instrument). According to the Solonese tradition the playing of music on such occasion placates the "danyang" or territorial spirit that inhabits the palace. Those kinds of ceremonies absolutely can attract so many tourists, both domestic and even overseas. By the way, it will open a new field on raising the money for the citizen, the Solo itself, and generally for Indonesia. It means that differences are a fortune and Indonesia really raises a lot of advantages because of its wealth.

Based on the history, Indonesia had been created a high-level culture that had been admitted by many countries in the world several centuries ago. It had been proven by the story, which was shared by some adventurer who came from other country, such as Fa-Hien, Marcopolo, and I-Tsing. They said that they had gone to an area that had a complex-culture. For example, Fa-Hien who had gone to Tarumanegara, which is located in West Java, told about his journey. On his book, he shared that in Tarumanegara, there was a structured-society with its king who really understood his citizens. Fa-Hien also said about the making of a canal named Bagasasi that showed how high the culture in Tarumanegara. Right now, it still leaves many ancient heritages, such as epigraphy, temples, etc which are valuable for Indonesia itself.

Indonesian’s culture contains of so many different cultures and traditions. But actually, if we want to look deeper we will find one or more similarities among regional cultures. Sundanese and Javanese are different ethnic groups, but there are some similarities in language and traditional instrument. For example, the word "you" will be said anje by Sundanese and panjenengan by Javanese. Both of those words have a similarity on the sound and the letter. Sundanese has an instrument called as gamelan, which uses dha-mi-na-ti-la as its tone. While Javanese also has its own gamelan which uses Slendro and Pelog as its rhythm. Basically, both of those two instruments are same, although there are also little differences. From that example, we know that some cultures in Indonesia come from the same root. Even with other neighbor countries we also have some similarities, like West part of Indonesia and Malaysia, which are almost the same both in language and in some certain rituals and traditions.

Culture is not a static thing. It will develop through time. So do cultures in Indonesia although some of it just has a little developing. It will follow the developing of the era. Many artists in Indonesia try to make Indonesian’s culture to be modern without leaving the value of traditional cultures. For example, the developing of batik in our country that grows rapidly. Batik is a beautiful material that can be made for cloth by its artistic motif. It still attentions on the traditional side and fortunately many people in Indonesia or even in other countries really like it. Many companies, such as Danar Hadi and Batik Keris can raise a lot of profit because of producing beautiful batik. Actually, batik is an ancient and traditional cloth, but it can be received as a formal cloth in the modern time right now. We as Indonesian should be proud because of that. We live in a country, which is full of complex cultures and traditions.

Once again I want to say that Indonesia is rich for everything related to the culture and tradition. Thousand traditional instruments, like gamelan, tifa, sasando, kulintang, and so on belong to Indonesia. Hundreds traditional songs and dances are created in Indonesia. Indonesian designs so many beautiful traditional cloths, such as kebaya, baju bodo, beskap, and kejawen well. Many artistic and wonderful buildings like Borobudur Temple, Prambanan Temple, Keraton, Monumen Nasional (Monas) are built by the Indonesian with their own ability and high spirit of art. Is it enough to prove the richness of Indonesian’s culture? It’s like a circle that will not be finished on elaborating.

The traditional cultures in whole Indonesia will involve the national culture and of course it is very valuable. They become a unity, which cannot be separated anymore. We have to remember and look back to the Sumpah Pemuda, which shared a spirit to make all differences become one in Indonesia. It said that all Indonesian have one nation, one country, and one language as a unity language known as Bahasa Indonesia. That is a must especially for the teenagers to keep this nation to be long lasting. Indonesia’s culture is different, but we are one. Whatever the shape and the feature that Indonesia has, Indonesian’s cultures still be one and strongly stand in Indonesia. Long life Indonesia!